Sebuah tekhnik yang dilakukan para peneliti dapat ‘menyembuhkan’ tikus dari diabetes dalam waktu seminggu, namun efek ini terhadap manusia belum dapat dipastikan.
Para peneliti berhasil mendorong sel manusia yang biasanya menghasilkan sperma untuk membuat insulin dan setelah mentransplantasi sel tersebut, dalam waktu singkat sel tersebut dapat menyembuhkan tikus yang menderita diabetes tipe 1.
“Tujuannya adalah membuat sel-sel ini memproduksi cukup insulin yang dapat mengobati diabetes. Sel-sel ini belum mengeluarkan cukup insulin untuk mengobati diabetes pada manusia,” ujar peneliti senior studi G. Ian Gallicano, seorang profesor di Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler dan seluler, dan juga direktur fasilitas Transgenik Core di Georgetown University Medical Center, Washington DC.
Gallicano dan rekan-rekannya akan mempresentasikan temuan ini pada pertemuan tahunan American Society of Cell Biology di Filadelfia.
Diabetes tipe 1 diyakini sebagai penyakit autoimun di mana tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan sel beta penghasil insulin di pankreas. Akibatnya, orang dengan diabetes tipe 1 harus bergantung pada suntikan insulin untuk dapat memproses makanan yang mereka makan. Tanpa insulin tambahan ini, orang dengan diabetes tipe 1 tidak dapat bertahan.
Dokter telah berhasil melakukan serangkaian transplantasi pankreas, dan transplantasi hanya sel-sel beta pankreas (yang juga dikenal sebagai sel eslet). Namun ada beberapa masalah berkaitan dengan transplantasi jenis ini. Salah satunya adalah dengan transplantasi, organ transplant yang berasal dari donor ini dilihat tubuh sebagai jaringan asing dan tubuh pun berupaya untuk menghancurkannya. Jadi, transplantasi membutuhkan obat penekan kekebalan tubuh. Kekuatiran lainnya adalah serangan autoimun yang menghancurkan sel beta asli dapat menghancurkan sel-sel baru yang ditransplantasikan.
Keuntungan dari tekhnik yang dikembangkan oleh Gallicano dan timnya adaah sel-sel tersebut berasal dari orang yang sama sehingga saat ditransplantasikan, tubuh tidak akan melihat sel tersebut sebagai benda asing.
Para peneliti menggunakan sel spermatogonium, diambil dari testis donor organ manusia. Di dalam testis, sel-sel ini berfungsi untuk menghasilkan sperma, menurut Gallicano. Namun di luar testis, sel tersebut berperilaku seperti telur manusia pada umumnya, dan ada gen tertentu yang menghidupkan sel-sel tersebut dan membuatnya berperilaku seperti sel-sel induk embrionik.
“Setelah Anda mengeluarkannya dari testis, gen utama inipun siap untuk ditransplantasikan,” jelasnya.
Setelah mengeluarkan sel-sel spermatogonium dari testis, para peneliti menempatkan sel-sel tersebut ke dalam media khusus. Menurut Gallicano, disinilah sel secara ‘kimiawi’ diperintahkan untuk berkembang menjadi sel beta-like. Dalam penelitian lain yang mencoba untuk menciptakan sel yang memproduksi insulin, seperti sel induk yang berpotensi majemuk, para peneliti harus memasukkan gen luar untuk menghasilkan sel-sel yang berperilaku seperti sel batang. Gen luar ini memiliki potensi untuk munculnya masalah tambahan, seperti membuat kanker.
Setelah sel dapat memproduksi insulin, para peneliti mentransplantasikan sel ini ke dalam tikus. Hasilnya: kadar gula darah pada tikus berkurang selama sekitar satu minggu, pada dasarnya menyembuhkan diabetes pada tikus ‘dalam waktu singkat’, ujar Gallicano.
Gallicano mengatakan ia berharap bahwa dengan mentransplantasi sel ke dalam area yang berbeda dari tubuh, para peneliti mungkin berhasil untuk mengontrol kadar gula darah.
Efek samping yang perlu diperhatikan, ujar Gallicano, adalah jenis tertentu dari tumor yang disebut teratoma. Namun, ia mengatakan, kemunculan sel-sel ini akan mengambil alih lebih banyak transplantasi sel secara signifikan yang mungkin akan diperlukan sebelum tumor itu sempat terbentuk.
Pendanaan studi ini berasal dari American Diabetes Association, Georgetown University Medical Center dan donatur swasta.
Hasil penelitian ini merupakan sebuah langkah yang positif, namun Anda masih memiliki resiko teratoma, dan autoimun dapat menghancurkan sel-sel produksi insulin yang baru,” ujar salah satu ahli, Dr. Camillo Riccordi, direktur ilmiah dari Diabetes Research Institute di University of Miami Miller School of Medicine. “Dan pembatasan lainnya adalah pengobatan ini hanya berlaku untuk pria, tidak pada wanita.”
Namun, mungkin perhatian yang lebih besar dalam menggantikan sel beta, ujar Riccordi, merupakan potensi berbahaya yang dapat menyebabkan kadar gula darah rendah. Kedua sel beta dan alfa dihancurkan pada orang yang menderita diabetes tipe 1, dan sel alfa memproduksi glukagon, hormon yang meningkatkan kadar gula darah di dalam tubuh ketika mereka turun terlalu rendah. Jadi, jika para peneliti hanya menggantikan sel-sel beta penghasil insulin dan bukannya sel alfa, ada potensi terjadinya kadar gula rendah yang juga dapat mematikan.
Namun, “Penting untuk mencoba semua jalan dalam melakukan penelitian diabetes,” ujar Riccordi, “karena apa yang Anda pelajari di satu area mungkin berguna bagi orang lain. Tapi jangan menempatkan terlalu banyak harapan dalam satu area.”
Sumber : msn